Sejarah Singkat Penambangan Bitcoin di Iran: Bekerja dalam Kegelapan untuk Mempertahankan Operasi Penambang

11 jam yang lalu
4 menit baca
2 tampilan

Catatan Editor

Meski kesepakatan gencatan senjata telah berakhir, ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel tampaknya mereda sementara. Namun, dampak pasca perang yang dialami Iran masih dirasakan hingga kini. Pada 21 Juni, waktu setempat, Amerika Serikat meluncurkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir Iran, yaitu Fordow, Natanz, dan Isfahan, dalam operasi yang dinamakan Midnight Hammer. Pada hari yang sama, rata-rata hash rate Bitcoin juga mengalami penurunan drastis. Kejadian kebetulan ini mengundang spekulasi dalam komunitas cryptocurrency: Apakah Iran menggunakan fasilitas nuklirnya untuk menambang Bitcoin secara diam-diam?

Meskipun Alex Thorn, direktur penelitian Galaxy, menjelaskan bahwa hash rate ditentukan dari waktu blok dan kesulitan, bukti yang ada saat ini tidak mencukupi untuk menentukan apakah daya komputasi benar-benar menurun. Diperlukan lebih banyak waktu dan pengamatan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Thorn juga menyatakan bahwa mungkin saja Iran tengah melakukan penambangan dan bahwa situs penambangan mereka telah diserang. Kisah penambangan di Iran sebenarnya bukanlah hal baru. Pada bulan Mei lalu, organisasi oposisi Iran, NCRI, menerbitkan laporan panjang yang mengulas bertahun-tahun sejarah penambangan Bitcoin di negara tersebut.

Ladang Penambangan Bitcoin di Iran

Ladang penambangan Bitcoin yang berhubungan dengan pemerintah Iran terdiri dari deretan “server komputer khusus” (ASIC miners) yang mengonsumsi listrik secara massal. Dalam beberapa tahun terakhir, Iran sering mengalami pemadaman listrik yang parah, membuat banyak rumah dan pabrik terpaksa terbenam dalam kegelapan berjam-jam atau bahkan berhari-hari. Penyelidikan menunjukkan bahwa ada aktor tersembunyi yang memperburuk situasi ini, yaitu operasional penambangan cryptocurrency berskala besar yang ditangani oleh entitas pemerintah Iran, terutama Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC).

Tambak Bitcoin yang bersifat rahasia atau semi-resmi ini mengkonsumsi listrik dalam jumlah besar, seringkali beroperasi dengan tarifikasi yang sangat disubsidi atau bahkan gratis, yang pada dasarnya mengalihkan energi dari jaringan nasional untuk keuntungan pribadi.

Keterlibatan Iran dalam Penambangan Cryptocurrency

Keterlibatan Iran dalam penambangan cryptocurrency bermula pada akhir 2010-an, ketika negara ini mencari cara untuk mengatasi isolasi ekonomi. Setelah Amerika Serikat kembali memberlakukan sanksi pada tahun 2018, pemerintah mulai melihat cryptocurrency sebagai alat untuk menghindari pembatasan perbankan dan sebagai sumber pendapatan. Pada tahun 2019, rezim keagamaan secara resmi mengakui penambangan crypto sebagai industri legal, memperkenalkan sistem perizinan penambang, dan menarik investasi dengan tarif listrik murah, sambil mensyaratkan agar semua Bitcoin yang ditambang dijual kepada Bank Sentral Iran.

Prospek listrik yang disubsidi menarik perhatian kekuatan domestik dan mitra asing, terutama investor Cina, yang lalu mendirikan tambang Bitcoin besar di zona perdagangan bebas Iran serta gudang tersembunyi.

Dampak Terhadap Sektor Energi Iran

Sektor energi Iran segera merasakan dampaknya. Pada pertengahan 2019, pejabat melaporkan bahwa lonjakan konsumsi listrik sebesar 7% yang terlihat tidak biasa disebabkan oleh proliferasi ladang-ladang penambangan cryptocurrency yang tidak terdaftar. Laporan sporadis menunjukkan mesin penambangan kini muncul di tempat-tempat tak terduga, mulai dari pabrik-pabrik yang ditinggalkan hingga kantor pemerintah dan bahkan masjid yang menikmati listrik gratis atau super murah.

Ribuan mesin penambangan ilegal disita setelah pejabat menjadi sadar bahwa banyak penambang beroperasi secara sembunyi-sembunyi untuk memanfaatkan listrik dengan harga jauh di bawah harga pasar.

Hingga tahun 2020, pemerintah telah mengeluarkan lisensi untuk sekitar 1.000 ladang penambangan crypto, namun sebagian besar aktivitas penambangan tetap berjalan tanpa izin resmi. Mantan Presiden Rouhani mengakui pada tahun 2021 bahwa sekitar 85% penambangan di Iran berlangsung tanpa lisensi, menciptakan ekonomi besar yang tidak diatur dan tidak dibayar.

Kebutuhan Teheran untuk Memonetisasi Sumber Daya Energi

Di balik lonjakan penambangan ini terdapat kebutuhan Teheran untuk memonetisasi sumber daya energi yang melimpah di bawah sanksi. Penambangan Bitcoin pada dasarnya mengubah energi menjadi nilai cryptocurrency. Karena sanksi yang membatasi ekspor minyak, rezim ini berupaya mengekspor energi dengan menggunakan minyak dan gas natural yang berlebih untuk menghasilkan listrik dan menambang, kemudian menjual Bitcoin yang dihasilkan ke luar negeri sebagai imbalan bagi mata uang yang kuat atau barang-barang impor.

Persentase Penambangan Bitcoin di Iran

Diperkirakan hingga tahun 2021, Iran menyumbang sekitar 4.5% dari total penambangan Bitcoin dunia, menghasilkan ratusan juta dolar dalam pendapatan cryptocurrency bagi ekonomi yang tertekan akibat sanksi. Dari tahun 2019 hingga 2020, laporan menunjukkan bahwa dua entitas paling berpengaruh di Teheran, yaitu Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) dan lembaga yang dikuasai oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, melakukan dorongan besar terhadap penambangan cryptocurrency.

Di bawah instruksi Khamenei, IRGC bermitra dengan perusahaan asing untuk membangun ladang penambangan besar demi mendapatkan Bitcoin dan mengganti kerugian kanal dolar Iran. Salah satu contohnya adalah tambang Bitcoin berkapasitas 175 megawatt di Rafsanjan, Provinsi Kerman, yang secara nominal merupakan usaha patungan antara perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan IRGC dan investor asing yang tertarik pada harga listrik rendah di Iran.

Penyitaan Mesin Penambangan Ilegal

Data dari Kementerian Energi menunjukkan bahwa saat jam puncak, penambangan crypto bisa mengkonsumsi hingga 2.000 megawatt (2 gigawatt) listrik – setara dengan keluaran 2-3 reaktor nuklir, meskipun ada perintah pemerintah yang mengintruksikan untuk menutup tambang saat terjadi kekurangan listrik.

Perusahaan listrik nasional Iran, Tavanir, terus melakukan operasi untuk membongkar mesin penambangan ilegal. Pihak berwenang mengklaim telah menyita lebih dari 252.000 mesin penambangan ilegal sejak awal tahun 2022. Pejabat menyatakan bahwa jika perangkat ini dibiarkan berjalan, mereka akan menghabiskan sekitar 4 gigawatt listrik. Ini setara dengan total konsumsi listrik di tiga atau empat provinsi kecil di Iran, menurut pernyataan wakil presiden Tavanir.

Dampak Ekonomi dan Masyarakat

Putaran antara penambangan Bitcoin dan pemadaman listrik memberikan dampak ekonomi yang cukup besar di Iran. Dari toko roti hingga pabrik-pabrik pengolahan, usaha kecil terpaksa tutup, sementara industri berat seperti baja dan semen mengalami kerugian besar. Media dari industri energi, Pakistan Electricity News, memperkirakan bahwa Iran kehilangan lebih dari $25 miliar setiap tahun akibat pemadaman listrik yang meluas, yang pada akhirnya mengakibatkan kenaikan harga, pengangguran, dan penurunan layanan bagi masyarakat secara keseluruhan.

Masyarakat umum di Iran terus merasakan dampak dari penambangan crypto ini. Dengan pemadaman listrik yang terus terjadi, banyak rumah tangga yang harus bertahan hidup di suhu ekstrem, tanpa pendingin udara di musim panas atau pemanas di musim dingin. Hal ini menyebabkan kerugian yang tidak dapat dipulihkan bagi banyak keluarga.

Kemarahan Publik

Masyarakat Iran semakin meluapkan kemarahan mereka terhadap korupsi yang terjadi di gubernur-gubernur terkait penambangan bitcoin. Penyalahgunaan listrik di sektor penambangan oleh kelas elit yang memiliki kekuasaan menyebabkan semakin dalamnya kesenjangan antara mereka dan rakyat biasa yang terpaksa menyaksikan pemadaman listrik yang berkepanjangan.

Ketidakpuasan ini semakin terlihat, dengan semakin banyak orang menyadari bahwa tambang-tambang ilegal yang diselidiki hanyalah bagian kecil dari masalah yang lebih besar. Penggunaan listrik untuk penambangan menjadi titik panas dalam diskusi publik, menunjukkan bagaimana penambangan Bitcoin bisa merugikan masyarakat dan infrastruktur negara secara keseluruhan.